Kebijakan Kepemilikan Tunggal (Single Presence Policy/SPP) adalah kebijakan Bank Indonesia (BI) yang mengatur perorangan atau badan hukum hanya boleh menjadi pemegang saham pengendali untuk paling banyak satu bank di Indonesia. SPP diatur dalam:
- Peraturan Bank Indonesia Nomor: 14/24/PBI/2012 tentang Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia (PBI 14/2012);
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 39/POJK.03/2017 tentang Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia (POJK 39/2017); dan
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum (POJK 12/2020).
Secara umum, SPP dibuat untuk memperkuat struktur perbankan dengan penataan struktur kepemilikan bank. Jika diimplementasikan dengan baik, SPP akan mengurangi jumlah bank sehingga mempermudah BI dalam melakukan pengawasan.[1] Kemudian, yang disebut pemegang saham pengendali adalah badan hukum, perorangan, dan/atau kelompok usaha yang memiliki saham bank sebesar dua puluh lima persen atau lebih dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara, atau memiliki saham bank kurang dari dua puluh lima persen dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara. Khusus untuk syarat kedua, berlaku jika yang bersangkutan dapat dibuktikan telah melakukan pengendalian bank baik secara langsung maupun tidak langsung.[2]
Terdapat tiga opsi bagi subjek hukum yang masih mengendalikan lebih dari satu bank berdasarkan ketentuan dalam PBI 14/2012. Pertama, melakukan merger atau konsolidasi atas bank-bank yang dikendalikannya. Kedua, membentuk perusahaan induk (holding company). Ketiga, membentuk fungsi holding (holding function).
Pertama, bank dapat melakukan merger, yaitu penggabungan satu bank atau lebih dengan bank lain yang telah ada. Merger mengakibatkan aktiva dan pasiva dari bank yang menggabungkan diri beralih kepada bank yang menerima penggabungan. Kemudian, status badan hukum bank yang menggabungkan diri berakhir sehingga menyisakan status badan hukum bank yang menerima penggabungan.[3] Selain itu, bank dapat melakukan konsolidasi, yaitu peleburan dua atau lebih bank dan membentuk satu bank baru. Karena hukum, aktiva dan pasiva dari bank-bank yang meleburkan diri akan menyatu dan status badan hukum bank-bank yang meleburkan diri berakhir.[4]
Kedua, pemegang saham pengendali dapat membentuk perusahaan induk (holding company) yang berbentuk badan hukum terpisah dari bank-bank yang dikendalikan. Perusahaan induk tersebut bertujuan mengkonsolidasikan dan mengendalikan secara langsung seluruh aktivitas bank-bank yang menjadi anak perusahaannya.[5]
Ketiga, pemegang saham pengendali dapat membentuk fungsi holding (holding function), yaitu fungsi untuk mengkonsolidasikan dan mengendalikan secara langsung seluruh aktivitas bank-bank yang menjadi anak perusahaannya.[6] Fungsi holding hanya dapat dilakukan pemegang saham pengendali berbentuk bank yang sudah ada, bukan perseorangan atau badan hukum selain bank, yang berbadan hukum Indonesia atau merupakan instansi pemerintah.[7] Fungsi holding tidak memerlukan pembentukan badan hukum baru seperti perusahaan induk.
Ketentuan dalam POJK 39/2017 secara umum mirip dengan ketentuan dalam PBI 14/2012. Sedangkan, ketentuan dalam POJK 12/2020 sedikit berbeda dengan ketentuan dalam POJK 39/2017. Secara prinsip, POJK 12/2020 memberi lebih banyak pilihan kepada pemegang saham pengendali untuk merampingkan struktur kepemilikannya. Pilihan tersebut terdiri dari merger, akuisisi, integrasi, dan spin-off. Selain itu, terdapat hak membentuk bank holding tanpa mewajibkan penggabungan entitas.
Integrasi dilakukan antara bank dengan kantor cabang bank luar negeri dengan mengalihkan aset dan/atau liabilitas kantor cabang kepada bank, untuk kemudian dilakukan pencabutan izin usaha kantor cabang tersebut. Kantor cabang di luar negeri artinya kantor cabang bank yang berkedudukan, berbadan hukum dan berkantor pusat di luar negeri.[8]
Sementara itu, Black’s Law Dictionary 9th Edition mendefinisikan spin-off sebagai:
“A corporate divestiture in which a division of a corporation becomes an independent company and stock of the new company is distributed to the corporation’s shareholders,”
atau terbentuknya perusahaan baru sebagai hasil pemisahan suatu divisi dari perusahaan lamanya. Nantinya, saham dalam perusahaan baru akan didistribusikan kepada pemegang saham perusahaan lama.[9] Secara khusus, hukum negara Indonesia mengatur definisi spin-off atau pemisahan sebagai pemisahan Unit Usaha Syariah (UUS) dari Bank Umum Konvensional (BUK) apabila nilai aset UUS telah mencapai lima puluh persen dari total nilai aset BUK induknya dan/atau jumlah aset UUS paling sedikit lima puluh triliun rupiah.[10] Spin-off menciptakan hubungan hukum baru, yaitu BUK yang menjadi induk perusahaan dan eks-UUS yang menjadi anak perusahaan. Dalam hal ini, BUK berwenang mengkoordinasi dan mengontrol anak perusahaan, salah satunya dengan membuat kebijakan-kebijakan umum. Sedangkan, anak perusahaan bertugas melaksanakan kegiatan usahanya sesuai prinsip-prinsip syariah. Pemisahan ini diperlukan mengingat perbedaan falsafah yang menjadi dasar kegiatan usaha, yaitu BUK sebagai bank konvensional memberlakukan sistem bunga, sedangkan UUS sebagai unit usaha syariah memberlakukan sistem bagi hasil (profit and loss sharing).[11] Di Indonesia, contoh UUS yang telah melakukan spin-off dari BUK-nya adalah UUS PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk yang memisahkan diri dan setelah penggabungan dengan PT Bank Jasa Arta menghasilkan PT Bank Rakyat Indonesia Syariah, dengan tujuan efisiensi dan efektivitas kegiatan usaha.
Bank CIMB Niaga merupakan salah satu dari beberapa bank yang melakukan aksi korporasi sebagai akibat dari pemberlakuan regulasi SPP. Pada 2 Juni 2008 PT Bank Niaga Tbk, yang kemudian pada 13 Juni 2008 melakukan rebranding menjadi PT Bank CIMB Niaga Tbk[12], dan PT Bank Lippo Tbk menandatangani perjanjian rencana merger.[13] Pemberian izin merger dilakukan oleh BI pada 15 Oktober 2008 melalui Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia perihal Pemberian Izin Penggabungan Usaha (Merger) PT Bank Lippo Tbk ke dalam PT Bank CIMB Niaga Tbk, nomor 10/66/KEP.GBI/2008. Selanjutnya, sesuai ketentuan Pasal 26 huruf c Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) perubahan anggaran dasar yang dilakukan dalam rangka merger berlaku sejak tanggal yang ditetapkan dalam akta merger, yaitu pada 1 November 2008. Seluruh anggota Direksi dan Dewan Komisaris Bank CIMB Niaga yang merupakan hasil merger telah lulus uji kelayakan dan kepatutan (Fit and Proper Test/FPT) yang dilakukan oleh BI. Langkah tersebut merupakan bentuk penilaian kelayakan calon dalam menduduki jabatan direktur maupun komisaris, mengingat peran strategis posisi tersebut bagi perseroan. Seleksi yang ketat diperlukan karena kualitas pengurus dan pengawas perseroan merefleksikan tingkat penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG).[14]
Daftar Rujukan:
Peraturan Perundang-Undangan:
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah.
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 41/POJK.03/2019 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, Integrasi, dan Konversi Bank Umum.
- Peraturan Bank Indonesia Nomor: 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum.
- Peraturan Bank Indonesia Nomor: 14/24/PBI/2012 tentang Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia.
Buku:
- Garner, Bryan A. Black’s Law Dictionary 9th Edition. Thomson Reuter: Amerika Serikat. 2009.
Jurnal:
- Kholifah, Ayu, Fatihani Baso. “Penguatan Regulasi Uji Kelayakan dan Kepatutan”. Jurnal Undang: Jurnal Hukum 5. No. 1. 2022. Hlm. 143-180.
- Priandhana, Anandiaz Raditya, Paramita Prananigtyas, Siti Mahmudah. “Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Saham Minoritas dalam Merger Perbankan Berdasarkan Single Presence Policy (Studi Kasus pada PT Bank KEB Indonesia dan PT Bank Hana Indonesia)”. Diponegoro Law Journal 5. No. 4. 2016. Hlm. 1-19.
- Umam, Khotibul. “Peningkatan Ketaatan Melalui Pemisahan (Spin-Off) Unit Usaha Syariah Bank Umum Konvensional”. Jurnal Mimbar Hukum 22. No. 3. 2010. Hlm. 607-624.
Internet:
- “Sejarah Perusahaan”. CIMB Niaga. Tersedia pada https://investor.cimbniaga.co.id/gcg/history.html?lang=id&source=corporate#:~:text=Pada%20tahun%202008%2C%20sebelum%20penggabungan,Hukum%20dan%20Hak%20Asasi%20Manusia. Diakses pada 15 Agustus 2025.
- “Niaga dan Lippo Resmi Merger”. Kompas.com. 2 Juni 2008. Tersedia pada https://nasional.kompas.com/read/2008/06/02/15544639/niaga.dan.lippo.resmi.merger. Diakses pada 15 Agustus 2025.
[1] Anandiaz Raditya Priandhana, Paramita Prananigtyas, Siti Mahmudah, “Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Saham Minoritas dalam Merger Perbankan Berdasarkan Single Presence Policy (Studi Kasus pada PT Bank KEB Indonesia dan PT Bank Hana Indonesia)”, Diponegoro Law Journal 5, No. 4, 2016, hlm. 2.
[2] Pasal 1 angka 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor: 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum (selanjutnya disebut POJK 12/2020).
[3] Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT) jo. Pasal 3 ayat (2) huruf a Peraturan Bank Indonesia Nomor: 14/24/PBI/2012 tentang Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia (selanjutnya disebut PBI 14/2012).
[4] Pasal 1 angka 10 UU PT jo. Pasal 3 ayat (2) huruf a PBI 14/2012.
[5] Pasal 1 angka 4 PBI 14/2012.
[6] Pasal 1 angka 5 PBI 14/2012.
[7] Pasal 6 ayat (1) PBI 14/2012.
[8] Pasal 1 angka 4 dan 8 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 41/POJK.03/2019 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, Integrasi, dan Konversi Bank Umum (selanjutnya disebut POJK 41/2019).
[9] Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary 9th Edition, Thomson Reuter: Amerika Serikat, 2009, hlm. 1531.
[10] Pasal 59 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (selanjutnya disebut POJK 12/2023).
[11] Khotibul Umam, “Peningkatan Ketaatan Melalui Pemisahan (Spin-Off) Unit Usaha Syariah Bank Umum Konvensional”, Jurnal Mimbar Hukum 22, No. 3, 2010, hlm. 620.
[12] “Sejarah Perusahaan”, CIMB Niaga, tersedia pada https://investor.cimbniaga.co.id/gcg/history.html?lang=id&source=corporate#:~:text=Pada%20tahun%202008%2C%20sebelum%20penggabungan,Hukum%20dan%20Hak%20Asasi%20Manusia, diakses pada 15 Agustus 2025.
[13] “Niaga dan Lippo Resmi Merger”, Kompas.com, 2 Juni 2008, tersedia pada https://nasional.kompas.com/read/2008/06/02/15544639/niaga.dan.lippo.resmi.merger, diakses pada 15 Agustus 2025.
[14] Ayu Kholifah, Fatihani Baso, “Penguatan Regulasi Uji Kelayakan dan Kepatutan”, Jurnal Undang: Jurnal Hukum 5, No. 1, 2022, hlm. 144-145.