I. Pendahuluan
Korupsi bukan hanya sebuah tindakan yang melanggar hukum, tetapi praktiknya juga dapat menjadi cerminan adanya ketimpangan moral dalam tata kelola pemerintahan. Di Indonesia, praktik korupsi kerap kali mengorbankan akses kelompok rentan terhadap hak-hak dasar mereka yang meliputi akses kesehatan, pendidikan, dan pelayanan publik. Penyelewengan dana bantuan sosial ataupun rekayasa anggaran dari suatu proyek infrastruktur juga merupakan bentuk pengingkaran terhadap prinsip keadilan sosial yang menjadi fondasi hidup bersama dalam masyarakat. Artikel ini berupaya menelaah korupsi sebagai pelanggaran etika yang merugikan kelompok rentan, serta mengusulkan pendekatan berbasis keadilan sosial sebagai kerangka berpikir alternatif dalam upaya pemberantasannya.
II. Dampak Korupsi terhadap Kelompok Rentan
Korupsi di Indonesia telah menjelma sebagai penghalang bagi pemenuhan hak-hak dasar masyarakat, terutama kelompok rentan seperti masyarakat miskin, penyandang disabilitas, dan kelompok marjinal lainnya. Ketika pejabat publik menyalahgunakan kewenangannya demi keuntungan pribadi, dana publik yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas layanan sosial justru menguap tanpa manfaat bagi pihak-pihak yang memang berhak mendapatkannya. Kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) COVID-19 pada tahun 2020 yang melibatkan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara menjadi salah satu contoh paling mencolok bagaimana penyalahgunaan kekuasaan dapat merampas hak hidup layak kelompok miskin di tengah situasi krisis. Hingga pertengahan tahun 2024, KPK mencatat kerugian keuangan negara akibat pengadaan bansos presiden untuk penanganan COVID-19 di wilayah Jabodetabek mencapai 125 miliar Rupiah (ANTARA, 2024). Hal ini memperkuat gambaran bahwa praktik korupsi menimbulkan dampak langsung pada akses kelompok rentan terhadap bantuan yang seharusnya mereka terima. Akibatnya, banyak keluarga miskin kehilangan kesempatan memperoleh bantuan yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup di masa-masa sulit yang muncul akibat pandemi COVID-19.
Selain itu, korupsi dalam pengadaan infrastruktur dan layanan kesehatan kerap berujung pada pembangunan fasilitas yang tidak memadai, kualitas layanan buruk, atau bahkan kegagalan total sebuah proyek. Sekolah-sekolah di wilayah terpencil tetap rusak karena anggaran rehabilitasi dikorupsi, dan klinik-klinik kesehatan di desa kekurangan alat dan tenaga medis karena dana operasional tidak sampai ke tujuan. Dalam konteks ini, korupsi bukan lagi sekadar pelanggaran hukum, melainkan bentuk kekerasan struktural yang memperdalam ketimpangan sosial dan memperlemah daya tahan masyarakat. Ketimpangan akibat korupsi ini mencerminkan bukan hanya kegagalan institusi, tetapi juga rendahnya kesadaran moral sejumlah individu yang berwenang dalam memprioritaskan kelompok yang paling membutuhkan perlindungan negara.
III. Analisis
Utilitarianisme merupakan pendekatan etika yang menilai benar atau tidaknya suatu tindakan berdasarkan sejauh mana tindakan tersebut menghasilkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang (Bentham, 2000). Dalam konteks korupsi, praktik penyelewengan kekuasaan demi keuntungan pribadi jelas bertentangan dengan prinsip utilitarianisme. Manfaat dari tindakan koruptif hanya dirasakan oleh sebagian pihak, sementara kerugian sosial dan ekonomi yang timbul harus ditanggung oleh masyarakat luas, terutama kelompok miskin yang paling membutuhkan pelayanan publik. Korupsi mengurangi efektivitas distribusi sumber daya, merusak kepercayaan publik, dan memperlebar jurang ketimpangan sosial.
Di sisi lain, etika keutamaan, sebagaimana dijelaskan oleh Duffy et al. (2018), menekankan pentingnya karakter moral dalam penilaian etis seseorang, yang jauh lebih berfokus pada kebajikan daripada sekadar konsekuensi atau kewajiban. Seorang pejabat publik seharusnya menjunjung nilai-nilai seperti kejujuran, integritas, dan tanggung jawab sosial. Korupsi mencerminkan lemahnya karakter dan tidak adanya kebajikan tersebut, sehingga mencerminkan kegagalan pribadi dalam menjalankan peran publik. Dalam sistem yang rentan terhadap oportunisme, kualitas moral individu menjadi benteng utama dalam menjaga etika pelayanan publik.
Sementara itu, pendekatan deontologis, khususnya Teori Imperatif Kategoris yang dikemukakan oleh Immanuel Kant menyatakan bahwa tindakan moral harus dilakukan karena kewajiban moral itu sendiri, bukan karena hasil atau konsekuensi dari tindakan tersebut. Dimmock dan Fisher (2017) menjelaskan bahwa kehendak baik adalah dasar dari kewajiban moral, dan Imperatif Kategoris memberikan panduan untuk menentukan tindakan yang benar dari sudut pandang moral. Dalam konteks ini, pejabat publik yang terlibat dalam korupsi melanggar kewajiban moral mereka, karena mereka tidak menjalankan tugas mereka dengan kehendak baik dan bertindak untuk kepentingan pribadi, bertentangan dengan kewajiban moral yang seharusnya mendasari tindakan pejabat publik.
Melalui ketiga pendekatan ini, dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan wujud ketidakadilan yang tidak selaras dengan dasar moral kehidupan bernegara.
IV. Penutup
Korupsi di Indonesia bukan hanya persoalan hukum, melainkan pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip moral yang membawa dampak langsung pada kelompok rentan dan memperlemah kepercayaan masyarakat terhadap negara. Dengan merujuk pada pendekatan utilitarianisme, etika keutamaan, dan deontologi, dapat disimpulkan bahwa korupsi tidak hanya melanggar norma hukum, tetapi juga nilai-nilai moral yang seharusnya menjadi fondasi pelayanan publik.
Untuk itu, pemberantasan korupsi perlu melampaui pendekatan hukum formal dan menyentuh aspek pendidikan etika di ranah birokrasi dan politik. Penguatan integritas dan transparansi demi terciptanya perlindungan yang lebih kuat terhadap kelompok marjinal harus menjadi bagian dari strategi antikorupsi. Hanya dengan membangun sistem yang adil dan etis, negara dapat kembali memperoleh legitimasi dan menjamin kesejahteraan warganya secara merata.
Daftar Pustaka
Bentham, J. (2000). Introduction to the Principles of Morals and Legislation. Batoche Books.
Tempo.co. (tanpa tanggal). Kerugian sementara korupsi bansos Presiden untuk COVID-19 di Jabodetabek capai Rp 125 miliar. Tempo. https://www.tempo.co/hukum/kerugian-sementara-korupsi-bansos-presiden-untuk-covid-19-di-jabodetabek-capai-rp-125-miliar-45637
Dimmock, M., & Fisher, A. (2017). Kantian Ethics. Dalam Ethics for A-Level (edisi ke-1, hlm. 31–47). Open Book Publishers. http://www.jstor.org/stable/j.ctt1wc7r6j.6
Duffy, J., Gallagher, J., Holmes, S., Gage, J. T., Agnew, L., Schilb, J., Colton, J. S., Alford, C., Cagle, L. E., & Barnett, S. (2018). Virtue Ethics. Rhetoric Review, 37(4), 321–392. https://www.jstor.org/stable/26784111