Kedudukan Presiden dalam Sistem Presidensial Indonesia Benarkah Tidak Bisa Membubarkan DPR

Belakangan ini, publik dihebohkan dengan isu gaji anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang disebut-sebut mencapai Rp3 juta per hari. Di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang sedang tidak baik, kabar tersebut memicu kemarahan masyarakat. Tidak sedikit masyarakat kemudian menyerukan pembubaran DPR karena dianggap tidak peka terhadap penderitaan rakyat yang padahal DPR harusnya menjadi tempat suara untuk perwakilan rakyat.

Namun, di balik kegeraman tersebut muncul pertanyaan fundamental, apakah Presiden memiliki kewenangan untuk membubarkan DPR? Mengingat Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, sebagian masyarakat beranggapan bahwa seharusnya Presiden dapat mengambil tindakan tegas. Artikel ini akan menguraikan kedudukan Presiden dalam sistem presidensial Indonesia, dasar hukum larangan pembubaran DPR, preseden sejarah, serta mekanisme hukum yang tersedia apabila DPR dinilai bermasalah.

 

Sistem Presidensial dan Kedudukan DPR

Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial, sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Dalam sistem ini, Presiden memegang peranan ganda: sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Walaupun demikian, kedudukan Presiden tidak bersifat absolut, sebab prinsip checks and balances menjadi ciri utama sistem presidensial.

DPR memiliki fungsi sentral dalam penyelenggaraan negara, meliputi fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), dan Pasal 20A ayat (1) UUD 1945. Oleh karena itu, DPR bukan bawahan Presiden, melainkan mitra sejajar dalam penyelenggaraan pemerintahan.

 

Ketentuan yang paling relevan adalah Pasal 7C UUD 1945 yang berbunyi:

“Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.”

Norma konstitusional ini bersifat imperatif, artinya tidak memberikan ruang interpretasi lain. Presiden, dalam kondisi apapun, tidak mempunyai kewenangan untuk membubarkan DPR. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan independensi lembaga legislatif sebagai representasi rakyat.

Berbeda dengan sistem parlementer, di mana Perdana Menteri atau kepala pemerintahan dapat membubarkan parlemen untuk kemudian mengadakan pemilu baru, sistem presidensial Indonesia justru menutup sama sekali kemungkinan tersebut.

Ada beberapa alasan mengapa UUD 1945 menegaskan larangan tersebut:

  1. Pembatasan Kekuasaan Presiden
    Pasca reformasi, amandemen UUD 1945 dilakukan untuk mencegah konsentrasi kekuasaan di tangan Presiden. Salah satu bentuknya adalah melarang Presiden melakukan intervensi terhadap DPR.
  1. Mandat Rakyat pada DPR
    DPR adalah hasil pemilu legislatif yang secara langsung mencerminkan kehendak rakyat. Membubarkan DPR berarti mengabaikan mandat demokratis yang diberikan rakyat kepada wakilnya.
  1. Keseimbangan Konstitusional
    Dalam sistem presidensial, Presiden tidak bisa membubarkan DPR, sebaliknya DPR juga tidak bisa begitu saja menjatuhkan Presiden. Mekanisme pemakzulan hanya dapat dilakukan dengan alasan yang diatur secara ketat dalam Pasal 7A dan Pasal 7B UUD 1945, misalnya pengkhianatan terhadap negara, korupsi, atau tindak pidana berat lainnya.

 

Mekanisme Hukum Jika DPR Dinilai Bermasalah

Jika DPR dianggap tidak menjalankan fungsi secara benar atau melukai rasa keadilan rakyat, Presiden memang tidak dapat membubarkan lembaga tersebut. Akan tetapi, konstitusi menyediakan mekanisme lain, antara lain:

  • Pengujian undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi (MK)

Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Mahkamah Konstitusi berwenang melakukan judicial review terhadap undang-undang yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Hal ini berarti bahwa apabila DPR menghasilkan produk legislasi yang merugikan kepentingan publik atau melanggar prinsip konstitusi, masyarakat atau pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan uji materiil ke MK. Putusan MK bersifat final dan mengikat, sehingga dapat membatalkan undang-undang yang dibuat DPR bersama Presiden

  • Fungsi pengawasan oleh rakyat

Sebagai lembaga perwakilan rakyat, DPR memperoleh legitimasi langsung dari pemilu. Oleh karena itu, rakyat memiliki hak konstitusional untuk melakukan kontrol terhadap kinerja wakilnya. Kontrol tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari menyampaikan aspirasi melalui petisi, melakukan demonstrasi, menyampaikan kritik terbuka, hingga memanfaatkan kebebasan pers. Mekanisme paling mendasar adalah melalui pemilu legislatif setiap lima tahun, di mana rakyat dapat menentukan apakah akan kembali memilih wakilnya atau mengganti mereka dengan figur lain. Dengan begitu, rakyat tetap menjadi pemegang kendali utama atas keberlangsungan DPR.

  • Keterlibatan lembaga lain

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengawasi praktik penyalahgunaan kewenangan DPR. Badan Pemeriksa BPK memiliki kewenangan untuk memeriksa pengelolaan keuangan negara, termasuk yang berkaitan dengan DPR. Apabila ditemukan adanya penyimpangan, temuan BPK dapat menjadi pintu masuk bagi penegakan hukum. Selain itu, KPK juga memiliki peran strategis dalam mencegah dan menindak praktik korupsi di lingkungan DPR. Keberadaan kedua lembaga ini menegaskan bahwa DPR tidak berada di atas hukum, melainkan tetap tunduk pada mekanisme akuntabilitas publik.

Dengan demikian, meski jalan pembubaran tidak tersedia, masyarakat tetap memiliki instrumen hukum dan politik untuk menyalurkan kritik serta menuntut perbaikan. Kedudukan Presiden dalam sistem presidensial Indonesia memang kuat, tetapi bukan tanpa batas. Pasal 7C UUD 1945 secara tegas menutup kemungkinan Presiden membubarkan DPR. Larangan ini lahir dari semangat reformasi untuk memastikan tidak ada lagi konsentrasi kekuasaan di tangan eksekutif sebagaimana terjadi di masa lalu.

 

Referensi:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (2002). Pasal 7C.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (2002). Pasal 20, Pasal 20A, dan Pasal 23.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (2002). Pasal 7A dan Pasal 7B.

Suara.com. (2025, August 19). Apakah presiden bisa bubarkan DPR ini sejarah dan aturannya.

Katadata. (2025, August 17). Ramai di medsos rumor gaji anggota DPR Rp 3 juta per hari berapa sebenarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *