Berjanji untuk Tidak Saling Melakukan Tuntutan Setelah Berkelahi, Bagaimana Hukum Memandang?

Perkelahian tidak pernah mengenal usia, perkelahian dapat dilakukan oleh siapa saja tidak mengenal latar belakang maupun orangnya, jika terjadi suatu sebab yang memicu setiap pihak saling bersitegang maka dapat terjadi perkelahian, dimana saja, kapan saja, serta siapa saja 

Selain itu perkelahian selalu dianggap “jalan terakhir” dalam menyelesaikan masalah. Kalangan anak muda perkelahian selalu dijadikan sebagai pembuktian untuk pihak mana yang akan memenangkan perselisihan tersebut.

Terjadinya upaya terakhir dalam menyelesaikan masalah, Sebagian orang dalam melakukan perkelahian berjanji dan/atau bersepakat bersama-sama dalam hal apabila perkelahian telah selesai maka para pihak sepakat untuk tidak saling menuntut satu sama lain dikemudian hari. Tujuannya adalah agar para pihak tidak saling melaporkan polisi pasca perkelahian.

 

Dalam hukum terjadinya perjanjian dan/atau kesepakatan yang dibuat oleh para pihak sebelum dilakukannya perkelahian tidak dibenarkan secara hukum atau Batal Demi Hukum.

Mengapa?

Tapi bukankah ini kesepakatan para Pihak?

Lalu, bagaimana mengenai asas kebebasan berkontrak?

Berkelahi adalah hal yang dilarang dan perbuatan tersebut dapat dipidana dengan Pasal 182-185 KUHP, sehingga semua perikatan termasuk hak dan kewajiban yang lahir disebabkan karena peristiwa tersebut (berkelahi tanding) adalah batal demi hukum.

 

Apa sih perkelahian itu?

 

Perkelahian dalam KBBI adalah berkelahi/ber·ke·la·hi/ v bertengkar dengan disertai adu kata-kata atau adu tenaga: sesudah ~ pukul-memukul, kedua anak itu sama-sama menangis;~ di ekor alahan, pb mempertengkarkan sesuatu yang sudah beres (selesai) atau yang kurang penting; ~ dalam kepuk, pb hal yang sukar diselesaikan; ~ dalam mimpi, pb berlelah-lelah dengan sia-sia;

Definisi secara Hukum (KUHP atau aturan lainnya) tidak dijelaskan secara detail dan rinci mengenai ap aitu perkelahian atau tanding atau satu lawan satu, dalam buku KUHP serta penjelasan-penjelasannya karya R.Soesilo, definisi perkelahian atau satu lawan satu juga merujuk dan menyerupai pengertian perkelahian pada KBBI, dengan memperluas keikutsertaan para saksi yang menyaksikan perkelahian tersebut.

Pengaturan mengenai perkelahian dapat dilihat pada Pasal 182 KUHP yang berbunyi:

Dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, diancam:

(1) barang siapa menantang orang untuk perkelahian tanding atau menyuruh orang menerima tantangan, bilamana hal itu mengakibatkan perkelahian tanding;

(2) barang siapa dengan sengaja meneruskan tantangan, bilamana hal itu mengakibatkan perkelahian tanding.

Untuk ayat (1) pasal ini diterapkan kepada pelaku yang melakukan perkelahian, sedangkan ayat (2) diterapkan kepada pihak-pihak yang menghasut dan/atau yang meneruskan tantangan atau menyampaikan tantangan tersebut, sehingga perkelahian tersebut benar-benar terjadi (dalam hal ini provokator atau instigator.

Jika perkelahian sudah terjadi, maka:

  1. Jika pihak-pihak yang melakukan perkelahian tidak terluka, maka dapat dihukum 9 bulan penjara;
  2. Jika pihak-pihak yang berkelahi melukai lawannya, maka dihukum 1 tahun 4 bulan penjara (ayat (2) Pasal 184 KUHP);
  3. Jika pihak-pihak yang melakukan perkelahian melukai berat lawannya maka dihukum selama 4 tahun penjara (ayat (3) Pasal 184 KUHP);
  4. Jika pihak-pihak yang berkelahi mengakibatkan kehilangan nyawa, maka dihukum 7 tahun atau jika perkelahian tersebut disepakati sampai hidup atau mati, maka dihukum penjara selama 12 tahun (ayat (4) Pasal 184 KUHP).

Jika perkelahian menyebabkan kehilangan nyawa atau luka, pelaku dikenakan ketentuan sesuai dengan Pasal penganiayaan, makar mati dan/atau pembunuhan jika disebabkan (Pasal 185 KUHP):

  1. Perkelahian tidak diawali dengan syarat-syarat dahulu ( sepakat untuk tidak saling menuntut, penentuan berakhirnya berkelahi dan lain sebagainya);
  2. Perkelahian dilakukan tanpa disaksikan oleh “saksi-saksi” para pihak (umumnya merupakan kalangan teman dan lainnya);
  3. Jika yang berkelahi, memanipulasi atau menipu lawannya yang menyimpang dari syarat-syarat di awal.

Jika perkelahian tersebut tidak melanggar unsur-unsur di atas, maka Pasal yang dikenakan merupakan Pasal Perkelahian Tanding.

Lalu bagaimana dengan pihak-pihak yang menyaksikan perkelahian tersebut? 

Apakah bisa dikenakan sanksi pidana?

Pasal sebelumnya adalah Pasal 184 dan 185 KUHP yang mengatur mengenai ancaman bagi pihak yang “berkelahi”, sedangkan. Jika perbuatan-perbuatan saksi tersebut menyebabkan hal yang tidak dikehendaki, pada Pasal-Pasal tersebut, maka saksi dapat dipidana. Sebagai berikut:

  1. 3 tahun penjara, apabila saksi tersebut melakukan penghasutan agar perkelahian berlanjut;
  2. 4 tahun penjara, apabila saksi tersebut melakukan manipulasi atau pembiaran terjadinya penipuan atau penyimpangan atas syarat-syarat;
  3. Penerapan Pasal penganiayaan dan/atau pembunuhan jika saksi itu melakukan suatu tipuan atau manipulasi atau pembiaran salah satu pihak menyimpang sehingga terjadinya luka berat dan/atau kehilangan nyawa pihak yang berkelahi.

Sifat perjanjian yang dilakukan tidak berlaku sejak awal disepakati atau ditandatangani, Mengapa?

Karenam syarat sah Perjanjian diatur pada Pasal 1320 KUHPer yaitu:

  1. Adanya kesepakatan para pihak;
  2. Adanya kecakapan dalam berbuat hukum;
  3. Adanya suatu hal tertentu; 
  4. Adanya sebab yang halal.

Meskipun dalam hukum perikatan, kita mengenal asas kebebasan berkontrak dan asas Pacta Sunt Servanda. Hal tersebut tidak dapat dijadikan sebuah pembelaan dalam pembuatan perjanjian. Mengingat bahwa perjanjian telah melanggar syarat ke-4 dikarenakna dibuat dengan dasar yang melanggar dan bertentangan dengan hukum.

Sehingga, jika di kemudian hari setelah terjadi perkelahian. Para pihak yang terlibat perkelahian tetap dapat dikenakan sanksi pidana dengan pasal-pasal sebelumnya dan perjanjian tersebut tidak memberikan perlindungan hukum apapun. Termasuk dalam hal ini klausul tidak saling menuntut, karena pelaksanaan perjanjian tersebut sudah bertentangan dengan hukum, sepakat untuk berkelahi dan tidak menuntut tentu melanggar Pasal 182 KUHP sampai Pasal 185 KUHP, sehingga jika salah satu pihak tetap melakukan pelaporan kepada Kepolisian, pihak tersebut tidak dapat dianggap melanggar perjanjian dan tidak dapat dituntut di Pengadilan karena perjanjian tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat para pihak sejak awal dibuat.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *