PUTUSAN SELA PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PADA HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI

Pada Pasal 58 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan, “Undang-undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku, sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Terhadap ketentuan tersebut dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 133/PUU-VII/2009, yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada 29 Oktober 2009 Mahkamah telah berpendapat antara lain bahwa meskipun Pasal 58 UU MK prima facie menyatakan Mahkamah tidak berwenang untuk memerintahkan penghentian, walaupun bersifat sementara terhadap proses hukum yang sedang berlangsung, namun, dalam permohan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 Mahkamah dapat mengatur pelaksanaan kewenangannya, yaitu berupa tindakan penghentian sementara pemeriksaan permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 atau penundaaan berlakunya sebuah putusan. Di samping itu, dalam Putusan tersebut Mahkamah antara lain juga menegaskan bahwa meskipun UU MK tidak dikenal putusan provisi dalam perkara pengujian undang-undang, seiring dengan perkembangan kesadaran hukum, kebutuhan praktik dan tuntutan rasa keadilan Masyarakat serta dalam rangka memberikan perlindungan dan kepastian hukum yang adil, Mahkamah memandang perlu menjatuhkan putusan provisi dalam mengadili suatu perkara. Terlebih lagi, menurut Mahkamah, Tindakan tersebut dapat dilakukan jika terdapat kondisi yang sangat spesifik terutama dalam melindungi hak konstitusional warga negara.

Putusan Sela Pengujian Peraturan Perundang-Undangan pada Hukum Acara Mahkamah Konstitusi diatur di dalam Pasal 69 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang (PMK 2/2021) yang berbunyi; “Putusan Mahkamah dapat berupa Putusan, Putusan Sela, atau Ketetapan”. Lalu apakah ada perbedaan antara Putusan Sela di dalam Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana? 

Putusan Sela pada Hukum Acara Perdata tidak boleh memutuskan mengenai pokok perkara. Putusan Sela pada Hukum Acara Perdata hanya memutus mengenai kompetensi relatif dan kompetensi absolut suatu pengadilan. Pada Hukum Acara Pidana pun, putusan sela yang diputus adalah mengenai kompetensi relatif dan kompetensi absolut. Sedangkan Putusan Sela pada Hukum Acara Mahkamah Konstitusi menyinggung pokok perkara pada putusannya.

Salah satu Putusan Sela terkait permohonan pengujian peraturan Perundang-Undangan pada Mahkamah Konstitusi yaitu terdapat pada Putusan Nomor 70-PS/PUU-XX/2022, dalam perkara Pengujian Peraturan Perundang-Undangan Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada putusan tersebut, Mahkamah berpendapat bahwa potensial akan menimbulkan pelanggaran atas jaminan perlakuan yang sama di hadapan hukum dan jaminan kepastian hukum yang adil sebagaimana dijamin dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Selain itu, hak konstitusional Para Pemohon tersebut terancam tidak dapat dipulihkan kembali. Mahkamah berpendapat, Putusan Sela diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum pada para Pemohon serta mencegah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia saat suatu norma hukum diterapkan sementara pemeriksaan atas pokok permohonan masih berjalan padahal hak-hak konstitusional Pemohon yang dirugikan akan sulit dipulihkan dalam putusan akhir.

Pada sidang pendahuluan Perkara Nomor 68/PUU-XXII/2024 tentang permohonan pengujian peraturan perundang-undangan yaitu Pasal 29 huruf e Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) sebagaimana sebelumnya telah dimaknai oleh Mahkamah Konstitusi berdasarkan Putusan 112/PUU-XX/2022 terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, pada 22 Juli 2024, Para Pemohon menyampaikan untuk memohon suatu Putusan Sela terhadap permohonannya, lalu Yang Mulia Hakim Konstitusi, yaitu Dr. Suhartoyo menyampaikan bahwa Mahkamah Konstitusi jarang untuk memutuskan suatu Putusan Sela. Namun Kembali pada pertimbangan Mahkamah pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70-PS/PUU-XX/2022, Penulis berpandangan, jika dalam suatu permohonan yang proses pemeriksaannya sedang berjalan di persidangan Mahkamah Konstitusi, lalu terdapat potensi terlanggarnya hak asasi manusia saat suatu norma hukum diterapkan sementara pemeriksaan atas pokok permohonan masih berjalan padahal hak-hak konstitusional Pemohon yang dirugikan akan sulit dipulihkan dalam putusan akhir, dalam permohonan tersebut, para Pemohon tentu dapat leluasa untuk memohon Putusan Sela kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi.

Berdasarkan uraian-uraian yang Penulis sampaikan di atas, dapat disimpulkan 2 (dua) hal, Pertama, terdapat perbedaan terkait putusan sela dalam hukum acara pidana dan hukum acara perdata dengan hukum acara Mahkamah Konstitusi. Kedua, Putusan Sela dapat menjadi suatu terobosan yang dapat leluasa dimohonkan pemohon pada pengujian peraturan perundang-undangan untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia saat suatu norma hukum diterapkan sementara pemeriksaan atas pokok permohonan masih berjalan padahal hak-hak konstitusional Pemohon yang dirugikan akan sulit dipulihkan dalam putusan akhir.

 

Referensi

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70-PS/PUU-XX/2022 hal. 39

https://www.hukumonline.com/berita/a/menggagas-putusan-sela-dalam-sengketa-pilkada-hol21209/

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70-PS/PUU-XX/2022 hal. 40

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *