Exclusivity Clause dalam The Era’s Tour Singapore

Penyanyi pop asal Amerika Serikat, Taylor Swift, menggelar tur konser keenamnya dengan tema The Era’s Tour. Konser tersebut digelar di 152 kota yang tersebar di 54 negara di seluruh dunia yang dimulai pada 17 Maret 2023. Dari 54 Negara tersebut, untuk benua Asia, Taylor Swift hanya menggelar konser di Jepang dan Singapura yang keduanya digelar pada tahun 2024.

The Era’s Tour Singapore, begitu penggemar dan Taylor Swift menyebutnya, digelar selama 6 malam pada tanggal 2 hingga 4 Maret 2024 dan 7 hingga 9 Maret 2024 lalu. Sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggara yang dikunjungi Taylor Swift, pada konser tersebut, lebih dari 300.000 tiket berhasil dijual kepada penggemar dari Singapura dan negara sekitarnya. Dari tur konser yang digelar di Singapura tersebut, Singapura diperkirakan memperoleh pendapatan kotor hingga 500 juta USD atau setara 8,1 triliun IDR dari tiket, akomodasi, penerbangan, dan suvenir selama Swifties, sebutan untuk penggemar Taylor Swift, berada di Singapura.

Di balik masifnya pendapatan yang diperoleh Singapura karena menjadi satu-satunya negara rujukan Taylor Swift, Singapura memperoleh berbagai tanggapan dari negara tetangganya di Asia Tenggara seperti Indonesia, Thailand dan Filipina. “Bukanlah tindakan yang dilakukan oleh tetangga yang baik,” ujar Anggota Parlemen Filipina, Joey Salceda. “Kalau saya tahu, saya akan membawa konser ini ke Thailand,” ujar Perdana Menteri Thailand, Srettha Thavisin. Sementara, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Sandiaga Uno, melalui akun Instagramnya menanggapi pencapaian Singapura dengan, “saya melihat apa yang dilakukan oleh pemerintah Singapura untuk konser Taylor Swift ini harus menjadi inspirasi dan pelajaran bagi kita bersama ke depannya.”

Berkaitan dengan tanggapan-tanggapan negara tetangga Singapura, Pemerintah Singapura diketahui melakukan perjanjian tertutup (exclusive agreement) dengan tim Taylor Swift untuk tidak melakukan konser di negara lain di Asia Tenggara. Hal tersebut disampaikan oleh Anschutz Entertainment Group (AEG), promotor konser Taylor Swift pada suatu forum bisnis di Bangkok bersama Perdana Menteri Thailand pada 16 Februari 2024. Pada forum yang sama, AEG juga menyampaikan bahwa Singaura menawarkan Taylor Swift uang senilai 3-4 juta USD setiap konsernya untuk menyetujui perjanjian tertutup tersebut. Menteri Kebudayaan Singapura, Edwin Tong, mengkonfirmasi bahwa terdapat perjanjian tertutup (exclusive agreement) terkait The Era’s Tour Singapor. Namun, dia menyampaikan bahwa nominal diberikan kepada pihak Taylor Swift merupakan informasi rahasia.

Secara umum, perjanjian tertutup didefinisikan sebagai perjanjian yang didalamnya terdapat klausul yang membatasi hak untuk mendistribusikan atau menjual produk atau layanan yang sama di wilayah geografis tertentu atau untuk kategori klien tertentu. Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, perjanjian tertutup tergolong dalam perjanjian yang dilarang yang diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang berbunyi:

  • Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
  • Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
  • Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok:
  1. harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau
  2. tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.

Pasal-pasal di atas dapat dikategorikan sebagai berikut:

  1. Exclusive dealing distribution (Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat)
  2. Tying agreement (Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat)
  3. Tying agreement dikaitkan dengan potongan harga (Pasal 15 ayat (3) poin a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat)
  4. Exclusive dealing agreement dikaitkan dengan potongan harga (Pasal 15 ayat (3) poin b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat)

Dalam hukum persaingan usaha, dikenal pendekatan per se illegal dan rule of reason yang penerapannya dapat digunakan dan dipilih secara alternatif maupun bersamaan. Pendekatan per se illegal pada pasal yang mengatur mengenai persaingan usaha dapat dilihat dari unsur larangan dengan kata “dilarang: atau sinonimnya tanpa ada unsur akibat yang perlu dibuktikan, misalnya “…yang dapat mengakibatkan…” Sehingga, dalam pendekatan per se illegal tidak diperlukan pembuktian lebih lanjut mengenai dampak yang ditimbulkan dari pasal tersebut. Sedangkan, pasal dengan pendekatan rule of reason memerlukan interpretasi lebih lanjut yang mana memungkinkan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) untuk mengevaluasi apakah tindakan pelaku usaha menghambat atau mendukung persaingan usaha. Pasal  dengan sifat rule of reason dapat diketahui dari unsur akibat dengan frasa seperti “yang dapat mengakibatkan” dan/atau “patut diduga”, dan/atau sebagainya.

Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sendiri memiliki karakter per se illegal. Namun, menurut Ningrum Natasya Sirait, guru besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara menilai bahwa sekalipun pasal tersebut bersifat per se illegal, penerapan pasal tersebut menggunakan pendekatan rule of reason. Sehingga, terdapat keharusan bagi Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) untuk melakukan analisis dan evaluasi lebih lanjut mengenai dampak dari penerapan pasal a quo, apakah dampak negatifnya lebih besar dari dampak positifnya, atau sebaliknya.

Sejalan dengan pendapat Ningrum Natasya Sirait, pada tahun 2021 Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) mengeluarkan putusan perkara 31/KPPU/2019 yang berisi dugaan pelanggaran mengenai perjanjian tertutup. Pada putusan tersebut, Majelis Komisi berpendapat bahwa Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dapat menggunakan doktrin rule of reason pada penerapannya karena perjanjian tertutup dapat memiliki dampak positif bagi persaingan usaha dan masyarakat, alih-alih hanya dampak negatif. Lebih lanjut, penerapan doktrin rule of reason pada pasal yang bersifat per se illegal seperti Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, memungkinan tercapainya tujuan pembentukan undang-undang, yakni menjaga kepentingan umum dan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan efisiensi ekonomi nasional. Sehingga, Majelis Komisi menilai bahwa perjanjian tertutup sebagaimana diatur pada Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dapat dibenarkan.

 

Referensi:

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Andi Fahmi Lubis dkk. Hukum Persaingan Usaha: Buku Teks. Edisi Kedua. Jakarta: KPPU, 2017.

Madani, Irfan Syauqi. “Analisis Praktik Perjanjian Tertutup dalam Hukum Persaingan Usaha dalam Bisnis Waralaba terhadap Kasus Putusan Nomor No. 31/KPPU-I/2019.” Multilingual: Journal of Universal Studies 3, no. 3 (2023): 490-497.

KPPU. 2021. Siaran Pers KPPU Nomor 17/KPPU-PR/II/2021: KPPU Jatuhkan Putusan atas Perkara Penjualan Pelumas Sepeda Motor  aoleh PT Astra Honda Motor. Jakarta.

Nababan, Helena Fransisca. 2024. Berapa Singapura Membayar Taylor Swift untuk Manggung. Kompas (4 Maret). https://kompas.id/baca/english/2024/03/04/en-berapa-singapura-membayar-taylor-swift-untuk-manggung (diakses 18 April 2024).

Ratcliffe, Rebecca. 2024. Taylor Swift: Singapore prime minister defends deal to secure exclusive access to Eras tour. The Guardian (5 Maret).  https://www.theguardian.com/music/2024/mar/05/taylor-swift-singapore-exclusive-southeast-asia-eras-tour-deal (diakses 18 April 2024).

E. Koh. 2024. Look What Taylor Swift’s Exclusive Singapore Shows Made Its Southeast Asian Neighbors Do. Time (29 Februari). https://time.com/6836711/taylor-swift-eras-tour-exclusive-singapore-southeast-asia-governments-reactions/ (diakses 18 April 2024).

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *