EKSISTENSI GREEN BONDS DI INDONESIA
Tantangan perubahan iklim yang ekstrim menggema sejak awal tahun 1800an, penyebab utama perubahan iklim sendiri ialah aktivitas manusia dalam pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara, minyak, dan gas. Emisi rumah kaca yang tinggi mengakibatkan kenaikan suhu bumi sebesar 1,1 derajat celcius dari tahun 1800. Tentunya, kenaikan suhu merupakan awal mula dari bencana yang dapat menyebabkan kekeringan hebat, kelangkaan air, naiknya permukaan laut, hingga badai besar.
Respon dari kenaikan suhu bumi, negara-negara kemudian menyepakati penanggulangan perubahan iklim global dalam UN Climate Change Agreement Conference (COP21) di Paris, Perancis atau yang dikenal sebagai Paris Agreement. Kesepakatan tersebut berisi pembatasan kenaikan suhu bumi dibawah 2 derajat celcius dan melanjutkan upaya untuk menurunkan peningkatan suhu hingga 1,5 derajat celcius. Seluruh Uni Eropa dan 196 negara lain telah meratifikasi perjanjian tersebut termasuk Indonesia yang telah meratifikasi perjanjian tersebut melalui Undang-Undang No. 16 Tahun 2016.
Salah satu upaya untuk mewujudkan hal tersebut, ialah mendorong negara-negara untuk mengurangi emisi rumah kaca dengan pembangunan sumber energi yang bersih dan ramah lingkungan yang diimplementasikan melalui Pengembangan Energi Terbarukan. Pembiayaan terhadap pengembangan kegiatan berwawasan lingkungan kemudian lahir sebagai alternatif dari jawaban penurunan suhu bumi yang kemudian dinamakan obligasi hijau atau green bonds. Cara kerja green bonds sama dengan obligasi pada umumnya, yang membedakan ialah dalam green bonds dana yang dikumpulkan dari investor digunakan untuk mendanai proyek-proyek yang berwawasan lingkungan dan energi terbarukan.
Kelebihan green bonds dibandingkan dengan obligasi biasa:
Diversifikasi investor: green bonds memberikan akses lebih pada investor yang peduli dengan isu lingkungan maupun investor umum yang mempunyai wawasan luas dalam pengambilan keputusan investasi;
Tekanan harga: harga green bonds mirip dengan harga obligasi biasa, yang biasanya dipengaruhi oleh berbagai macam situasi, namun tren harga green bonds cenderung meningkat;
Sejalan dengan fokus politik: penerbitan green bonds sejalan dengan agenda politik pertumbuhan berkelanjutan dan rencana untuk generasi selanjutnya.
Obligasi hijau pertama kali diterbitkan pada tahun 2007, tumbuh sangat lambat selama 1 (satu) dekade hingga adanya inisiatif Paris Agreement dan SDGs (Sustainable Development Goals) yang mendorong pasar tersebut tumbuh hingga pada Oktober 2021, Uni Eropa menerbitkan sekitar $14 Miliar obligasi. Di indonesia sendiri, pengaturan mengenai obligasi hijau baru diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2016 yaitu Peraturan OJK Nomor 60 Tahun 2017 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan (Green Bond). POJK tersebut mengacu pada standar penerbitan efek bersifat utang berwawasan lingkungan (Green Bond) yang diterbitkan oleh The International Capital Market Association (ICMA).
Adapun persyaratan bagi penerbit untuk dapat menerbitkan green bonds diatur di dalam Pasal 2, 3, 4, dan 5 POJK 16/2017, yaitu: Penerbit harus mematuhi peraturan perundang-undangan di sektor Pasar Modal termasuk regulasi Penawaran Umum Efek bersifat Utang. Kemudian, penerbitan efek tersebut dibiayai untuk Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan (KUBL) yang berkaitan dengan:
Energi terbarukan;
Efisiensi energi;
Pencegahan dan pengendalian polusi;
Pengelolaan sumber daya alam hayati dan penggunaan lahan yang berkelanjutan;
Konservasi keanekaragaman hayati darat dan air;
Transportasi ramah lingkungan;
Pengelolaan air dan air limbah yang berkelanjutan;
Adaptasi perubahan iklim;
Produk yang dapat mengurangi penggunaan sumber daya dan menghasilkan lebih sedikit polusi (eco-efficient);
Bangunan berwawasan lingkungan yang memenuhi standar atau sertifikasi yang diakui secara nasional, regional, atau internasional; dan
Kegiatan usaha dan/atau kegiatan lain yang berwawasan lingkungan lainnya.
Selain itu, emiten atau Penerbit juga wajib mendapatkan pendapat atau penilaian dari ahli lingkungan bahwa kegiatan usaha yang didanai bermanfaat bagi lingkungan. Selanjutnya, yang dapat dikatakan sebagai bermanfaat bagi lingkungan ialah kegiatan yang bertujuan untuk melindungi, memperbaiki, dan/atau meningkatkan kualitas atau fungsi lingkungan.
Indonesia sendiri pada tahun 2017 – 2020 memimpin penerbitan volume jumlah green bonds terbanyak di pasar ASEAN, namun jumlah penerbit dan penerbitannya relatif kecil. Total 4 (empat) emiten yang menerbitkan 9 emisi, yaitu: pemerintah (Kementerian Keuangan), PT SMI (Perusahaan Keuangan), dan Star Energy Geothermal dan TLFF (Perusahaan non-keuangan). Padahal Pemerintah telah memberikan kemudahan penerbitan green bonds, kemudahan tersebut berupa insentif bagi penerbit green bonds yang diatur di dalam Pasal 17 dan 18 POJK 16/2017, yaitu:
Mengikutsertakan Emiten dalam program pengembangan kompetensi sumber daya manusia;
Penganugerahan sustainable finance award; dan/atau
Insentif lain.
Insentif yang diberikan oleh Pemerintah saat ini belum memberikan dorongan bagi penerbit swasta dalam menerbitkan green bonds. Jika melihat praktik penerbitan green bonds oleh sektor swasta di Singapura, jumlah penerbitan berbanding lurus dengan jumlah emiten sektor swasta yang menerbitkan green bonds. Insentif yang diberikan oleh Singapura ialah subsidi yang diatur ketentuannya dalam green bond grant scheme yang menyatakan bahwa 100% biaya yang dikeluarkan oleh penerbit green bonds sehubungan dengan ketentuan penilaian pihak penilai eksternal yang independen akan diganti dengan batasan sebesar S$100.000.
Dengan melihat ketentuan pemberian insentif dalam penerbitan green bonds di Singapura, Pemerintah mungkin dapat mempertimbangkan untuk memberikan insentif berupa subsidi bagi penerbit dalam mendapatkan label “green” sehingga bisa memberikan dorongan bagi investor untuk menerbitkan green bonds dalam rangka mewujudkan suatu sistem keuangan berkelanjutan di sektor Pasar Modal Indonesia.
SUMBER:
OJK. Laporan Kajian Pengembangan Green Bond di Indonesia. 2016
Youngho Chang. Green finance in Singapore barriers and solutions. ADBI Working Paper 961.
M. Hanif Reza. Urgensi Pengaturan Insentif Berupa Subsidi untuk Penerbitan Utang Berwawasan Lingkungan (Green Bond) (Perbandingan Indonesia dan Singapura). FH UB. 2023.
World Economic Forum. What are green bonds and why is this market growing so fast?. 2024. https://www.weforum.org/stories/2024/11/what-are-green-bonds-climate-change/