5 Hal yang Mesti Diperhatikan dalam Membuat Surat Gugatan

Hal-Hal penting dalam Surat Gugatan—Surat Gugatan merupakan hal penting dalam sebuah perkara keperdataan. Benar tidaknya surat gugatan yang dibuat berpengaruh pada hasil putusan yang akan dikeluarkan oleh majelis hakim yang memeriksa. Apabila surat gugatan dinilai cacat, maka berakibat pada tidak diperiksanya perkara perdata yang kita ajukan karena tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard—NO). Nah karenanya ada beberapa hal yang wajib diperhatikan dalam membuat surat gugatan. Apa sajakah itu? Mari kita bahas. 

  • Para Tergugat 

Dalam surat gugatan, penggugat tidak boleh salah dalam menetapkan pihak yang disebut sebagai tergugat, karena hal ini dapat berakibat pada gugatan dianggap kekeliruan atau Error in Persona. Yahya Harahap (2005) dalam Bukunya “Hukum Acara Perdata tentang: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan” membagi 2 (dua) jenis Error in persona dalam hal tergugat yakni, keliru menarik orang sebagai tergugat (gemis aanhoeda nigheid) dan gugatan kurang pihak (Plurium litis consortium). 

  • Kompetensi Absolut 

Kompetensi absolut adalah kewenangan pengadilan dalam mengadili suatu perkara. Dalam Pasal 24 Ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD ’45) disebutkan bahwa: 

“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Makamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Makamah Konstitusi.”

Dari Pasal di atas, dapat diketahui ada 4 (empat) peradilan di bawah Mahkamah Agung yang dibedakan berdasarkan kompetensi absolutnya yakni peradilan umum (Perdata dan Pidana), Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Agama, dan Peradilan Militer. Dalam hal ini, maka pihak penggugat tidak boleh salah dalam menentukan kompetensi absolut peradilan yang dituju. Sebagai contoh, kegiatan bisnis yang memakai akad dalam perjanjiannya maka dianggap sebagai bisnis syariah, karenanya apabila timbul sengketa penggugat harus mengajukannya ke pengadilan agama, karena jika diajukan ke pengadilan perdata umum sengketa tersebut bukan kompetensi absolutnya karena termasuk ke dalam sengketa ekonomi syariah. 

 

  • Kompetensi Relatif 

Kompetensi relatif adalah kewenangan pengadilan dalam memeriksa perkara yang didasarkan pada tempat/domisili para pihak atau objek sengketa dalam suatu perkara. Kewenangan ini diberikan berdasarkan yurisdiksi atau wilayah hukum dari pengadilan tersebut. Terdapat 3 (tiga) dasar untuk menentukan kompetensi relatif suatu pengadilan yang wajib diperhatikan apabila anda ingin mengajukan surat gugatan yakni, Pengajuan gugatan yang didasarkan pada domisili tergugat (Actor sequitur forum rei) lalu Pengajuan gugatan didasarkan pada tempat objek sengketa berada (Forum rei sitae) dan ketiga, Pengajuan gugatan diajukan di domisili salah satu tergugat (dalam hal tergugat lebih dari satu). 

  • Materi Gugatan 

Penggugat dalam surat gugatannya juga wajib memperhatikan materi gugatannya. Materi gugatan di antaranya yakni: 

  • Posita 

Posita atau Fundamentum petendi yakni merupakan gambaran yang menjadi dasar sebuah gugatan. Posita ini wajib memenuhi dua unsur yakni, dasar hukum (rechtelijke grond) dan dasar fakta (fetelijke grond). 

  • Petitum 

Petitum merupakan tuntutan yang dimohonkan penggugat kepada majelis hakim. Petitum didasarkan pada posita yang telah dijabarkan sebelumnya. Karenanya, antara posita dan petitum harus sesuai. 

Selanjutnya, materi gugatan juga mencakup pada jenis gugatan yang diajukan. Umumnya, jenis gugatan perdata ada 2 (dua) yakni, Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). 

  • Surat Kuasa 

Dalam surat gugatan, apabila penggugat diwakili oleh seorang kuasa hukum, maka surat gugatan harus didasarkan pada surat kuasa khusus. Nah, surat kuasa khusus ini harus sesuai sebagaimana diatur dalam Pasal 123 ayat 1 Herzien Inlandsch Reglement (HIR) yakni: 

“Jika dikehendaki, para pihak dapat didampingi atau menunjuk seorang kuasa sebagai wakilnya, untuk ini harus diberikan kuasa khusus untuk itu, kecuali jika si pemberi kuasa hadir. Penggugat juga dapat memberi kuasa yang dicantumkan dalam surat gugatan, atau dalam gugatan lisan dengan lisan, dalam hal demikian harus dicantumkan dalam catatan yang dibuat surat gugat ini.”

Selain dari yang diatur oleh Pasal 123 ayat 1 HIR, syarat-syarat pembuatan surat kuasa khusus juga diatur di dalam SEMA di antara adalah, SEMA Nomor 2 Tahun 1959, SEMA Nomor 5 Tahun 1962, SEMA Nomor 01 Tahun 1971, dan SEMA Nomor 6 Tahun 1994 yang secara kumulatif pada pokoknya menyebutkan surat kuasa khusus harus memuat:

  1. Penyebutan secara jelas dan spesifik surat kuasa, untuk beracara/berperkara di pengadilan. 
  2. Kompetensi relatif Pengadilan Negeri tempat penerima kuasa beracara/berperkara mewakili kepentingan pemberi kuasa. 
  3. Identitas dan kedudukan para pihak, baik penggugat dan tergugat. 
  4. Objek dan pokok sengketa antara para pihak dijelaskan secara ringkas dan konkret.  

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *